Minggu, 13 Oktober 2013
Sosok Anglingdharma, raja Malawapati yang sakti mandraguna, hingga kini masih perlu ditelusuri apakah sekadar legenda ataukah benar-benar ada. Perpaduan cerita rakyat yang berkembang di masyarakat dan penelitian pakar dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, paling tidak, bisa dijadikan referensi untuk mengurainya. Rencananya, jejak petilasan Anglingdharma di Bojonegoro akan dikembangkan menjadi obyek wisata sejarah dan budaya. Kini di lokasi situs Mlawatan, Desa Wotan Ngare, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, sudah dibangun sebuah joglo berukuran 8 meter persegi dan gapura masuk ke lokasi. Pembangunan joglo dan gapura senilai Rp 200 juta didanai dari APBD Bojonegoro 2009. Pada tahun anggaran 2010 di sekitar joglo akan dibuat pagar keliling dengan biaya sekitar Rp 300 juta. Petilasan Berdasarkan hasil kajian Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, hampir dipastikan situs Mlawatan ada kaitannya dengan Kerajaan Malawapati. Namun, perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah lokasi situs Mlawatan merupakan pusat kerajaan Malawapati, benteng pertahanan atau tempat tinggal pembesar kerajaan. Hasil penelitian sementara, situs Mlawatan merupakan petilasan Kerajaan Malawapati. Kepala Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bojonegoro Saptatik menjelaskan, berdasarkan fakta lapangan, ditemukan sejumlah tempat dan nama di Bojonegoro yang juga ada dalam referensi naskah kuno Serat Anglingdharma. Tim Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta yang terdiri dari Sukari, Suyami, dan Hery Istiyawan telah meneliti legenda Kerajaan Malawapati mengambil referensi naskah kuno Serat Anglingdharma. Beberapa kali mereka turun ke lokasi dan mewawancarai sejumlah tokoh masyarakat yang mengenal perjalanan sejarah situs Mlawatan. Di lokasi yang dianggap petilasan Anglingdharma, ada nama, istilah, atau sebutan sama dengan yang ada dalam Serat Anglingdharma. Istilah Dusun Budak, Tanah Tibong (tempat istri Anglingdharma membakar diri), Kedungandu, dan sebutan Demang Klingsir atau orang yang pekerjaannya menangkap dan memelihara burung sampai kini masih ada. Laporam tim juga menyebutkan adanya lemah mbag (tanah gembur memanjang) dan Punden Besalen. Di Punden Besalen di lokasi situs Mlawatan selama ini menjadi ajang perburuan orang mencari pusaka. Warga setempat banyak menemukan benda pusaka yang diperkirakan peninggalan masa raja Anglingdharma. Punden Besalen diyakini warga merupakan tempat pembuatan pusaka di zaman Malawapati. Lemah mbag dipercaya merupakan tempat pengamanan istana kerajaan. Tim dari Yogyakarta juga mengambil foto benda pusaka dan batu bata yang diperkirakan peninggalan zaman Kerajaan Malawapati. Samudi (35), warga Wotan Ngare, menuturkan, di sekitar lokasi lemah mbag, yang berdekatan dengan bangunan joglo yang kini dibangun banyak warga menemukan kepingan benda seperti guci dan keramik kuno. Namun, oleh warga dibiarkan saja karena sudah pecah-pecah. Selain itu, ada warga yang sering menemukan pusaka berupa keris. Warga lainnya, Sampan (70), menuturkan lemah mbag dulu bila diinjak bergerak karena itu disebut tanah gembur. Dulu bila musim hujan tanah mbag tidak bisa dilewati atau kaki bisa ambles. "Pokoknya kalau sini diinjak yang sana gerak," katanya menunjuk lokasi lemah mbag yang membentang sepanjang sekitar 1 kilometer dengan lebar 400 meter.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar