Kamis, 26 Juni 2014

LAMPORAN

Lamporan, Tradisi Masyarakat Kunden, Blora

Tolak Bala, Bunyikan Pecut dan Nyalakan Obor

SETIAP desa dan kelurahan punya cara dan ritual tersendiri agar wilayah dan masyarakatnya terhindar dari bencana. Demikian juga masyarakat Kelurahan Kunden Kecamatan Blora. Agar desa dan masyarakatnya terhindar dari malapetaka, ratusan warga dari kalangan petani, peternak, dan yang lain menggelar tradisi lamporan, baru-baru ini.
Lamporan diawali dengan acara ritual pemberangkatan dari Balai Kelurahan Kunden, usai shalat isya. Kemudian dilanjutkan dengan pawai menyusuri jalan utama yang masuk wilayah Kelurahan Kunden menggunakan obor dan pecut atau cemiti. Jumlah obor dan pecut yang dibawa dalam pawai ini ditentukan, masing-masing 40 buah. Jumlah ini didasarkan pada proses kelahiran manusia yang diawali segumpal darah di 40 hari pertama, segumpal daging di 40 hari berikutnya, dan dimasukkan roh ke dalam segumpal daging tersebut tepat 40 hari berikutnya.
Obor itu merupakan lambang cahaya petunjuk ke arah kehidupan yang lebih baik. Sementara pecut sebagai pengendali langkah ke arah yang benar.
Di sepanjang jalan yang dilalui, peserta pawai membunyikan pecut sembari mengucapkan kalimat permohonan ampun pada Sang Pencipta atas dosa dan kesalahan yang mereka perbuat. Bunyi pecut yang saling bersahutan mengundang warga ke luar rumah untuk menyaksikan pawai ini.
Pawai semakin meriah dengan keikutsertaan dua grup barongan kelurahan ini. Yakni Seni Barong Risang Guntur Seto dan Seni Barong Sekar Joyo.
Warga terlihat antusias menonton pawai, meski udara malam terasa menusuk tulang dan rintik hujan sesekali membasahi bumi. Kemeriahan makin terasa ketika rombongan rehat sejenak di halaman rumah salah satu tokoh masyarakat Blora, Drs Yudhi Sancoyo MM. Di tempat ini, ratusan warga berjubel untuk menyaksikan atraksi barongan. Setelah beberapa lama melakukan atraksi, rombongan melanjutkan perjalanan ke sekitar alun-alun dan pendapa rumah dinas bupati, sebelum akhirnya kembali ke Balai Kelurahan Kunden. Kegiatan lamporan ini diakhiri dengan selamatan dan makan bersama seluruh warga di balai kelurahan.
Turun-temurun
Camat Blora Pudiyatmo mengemukakan, lamporan merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Kelurahan Kunden. Menurut dia, lamporan adalah kegiatan ritual untuk menolak bala, membersihkan sengkala serta untuk keselamatan dan kemakmuran seluruh warga Kelurahan Kunden.
"Melalui tradisi lamporan, kami berharap hasil panen melimpah, hewan ternak sehat, dan keselamatan serta kemakmuran warga tercapai," ujarnya.
Meski demikian, Pudiyatmo yang juga warga Kelurahan Kunden ini mengatakan, tanpa disertai kerja keras, mustahil kesejahteraan dan kemakmuran tercapai. Karena itu, dia berharap kegiatan lamporan bisa dijadikan momentum untuk memulai hidup yang lebih baik dengan usaha, sabar, dan tawakal.
Dia juga berpendapat tradisi lamporan perlu tetap dilestarikan. Sebab melalui lamporan, kebersamaan, gotong royong serta persatuan dan kesatuan antarwarga terjaga dengan baik. Dia mengatakan, dengan inovasi yang dilakukan, bukan tidak mungkin tradisi lamporan bisa menjadi objek wisata budaya bernilai seni tinggi. Karena itu, dia meminta dukungan semua pihak agar maksud itu bisa tercapai. "Kami berharap dari tahun ke tahun tradisi tetap dilestarikan sehingga bisa menjadi salah satu objek wisata budaya unggulan yang dimiliki kabupaten ini," tandasnya. (Abdul Muiz-15m)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar